204. Sengsara, kebangkitan, keselamatan (24:46-48).
(bacalah 3 ayat dari teks ini!)
Ada tertulis … 24:46
Harap diperhatikan bahwa kata-kata ini – menurut teks Luk – diucapkan oleh Yesus sendiri. Namun, anehnya, Yesus tidak berbicara, “Aku harus menderita dan bangkit,” melainkan “Kristus harus menderita dan bangkit.” Lagi-lagi sebuah petunjuk bahwa teks ini perlu dibaca sebagai hasil renungan Gereja sesudah peristiwa kebangkitan.
Kaitan antara Kitab Suci, yaitu PL, dengan Sengsara-Kebangkitan Yesus bukan hanya sesuatu untuk dibuktikan. Sebelum Yesus wafat, para rasul sudah mendengar nubuat-nubuat Yesus tentang sengsara dan kebangkitan-Nya. Namun, pada waktu itu mereka ternyata tidak menangkap apa-apa (9:44+; 18:34). Mengapa mereka dapat mengertinya sekarang? Sebab mereka hidup dalam masa sesudah Paskah! Semasa hidup-Nya di bumi, Yesus bicara tentang Putra Manusia yang harus menderita. Ungkapan Putra Manusia itu masih muncul dalam berita yang disampaikan orang muda kepada perempuan-perempuan yang mengunjungi kubur Yesus (24:7). Tetapi, dalam kisah mengenai dua murid dari Emaus (24:26) dan dalam kisah ini, Yesus tidak berbicara lagi mengenai diri-Nya sebagai Putra Manusia melainkan Kristus. Inilah tanda perkembangan iman para pengikut Yesus. Dengan mengimani kebangkitan Yesus, mereka lebih mengerti misteri Yesus, khususnya misteri-Nya sebagai Kristus/Mesias. Dengan membangkitkan Yesus, Allah menjadikan-Nya Tuhan dan Kristus (Kis 2:36).
Penampakan-penampakan Yesus yang sudah bangkit memperteguh pula para pengikut-Nya dalam keyakinannya bahwa kebangkitan-Nya terjadi pada hari ketiga. Ungkapan ini memang tidak diciptakan, sebab sudah berakar dalam teks-teks Perjanjian Lama (Yun 2:1; 2Raj 20:5; Hos 6:1+), tetapi bermakna mesianis penuh baru sesudah Yesus bangkit.
Harus disampaikan kepada segala bangsa – 24:47
Dengan membangkitkan Yesus, Allah memberi kepada-Nya sebuah nama yang melampaui segala nama lain, yaitu nama kurios (=Tu{h}an). Yesus sendirilah yang benar-benar berhak atas nama itu, dan semua orang diundang untuk menghormati dan memaklumkan nama itu (Flp 2:9-11). Keselamatan harus diberitakan dalam nama Yesus, sebab hanya dengan menerima “nama” itu, hanya dengan menyatukan diri dengan karya ilahi yang dinyatakan dan diwujudkan dalam wafat dan kebangkitan Yesus, umat manusia dapat menemukan hidup sejati. Pemberitaan macam inilah diceritakan sepanjang Kisah Para Rasul.
Dalam ayat 47 ini keselamatan memang tidak disebut, tetapi dijadikan acuan lewat ungkapan pengampunan dosa. Lewat ungkapan ini ditegaskan bahwa karya Allah tak mungkin menghasilkan buah selama manusia tidak mau berbalik dari dosa, artinya bertobat, banting stir dan mulai hidup menurut pola Allah.
Segala bangsa dipanggil kepada keselamatan itu. Dalam kisah mengenai Pentekosta, Luk bercerita betapa banyak wakil berbagai bangsa pada hari itu menerima Kristus Tuhan. Pertobatan dan keselamatan bangsa-bangsa berkali-kali sudah ditegaskan dalam PL, sehingga para pemberita Kristen tidak sulit menyadarinya. Namun, Luk menegaskannya di sini secara khusus, sebab seluruh tulisannya diresapi pemikiran universalis.
Pada akhir ayat ini Luk menulis bahwa pemberitaan itu harus mulai di Yerusalem. Luk adalah satu-satunya penulis Injil yang memusatkan seluruh hidup dan karya Yesus pada kota Yerusalem. Semua penampakan Yesus yang sudah bangkit terjadi di kota itu ataupun di daerah sekitarnya. Rasul-rasul tidak boleh meninggalkan Yerusalem sebelum mereka dipersenjatai dengan Roh Kudus (24:49). Tetapi, peranan utama kota itu tidak kekal. Dari situlah pemberitaan Kristen harus meluas untuk menjangkau segala bangsa.
Kamulah saksi-saksi dari semuanya ini – 24:48
Rasul-rasul disebut oleh Yesus sendiri sebagai saksi-saksi-Nya. Hal yang sama ditegaskan dalam Kis 1:8. Mereka harus memberi kesaksian lewat pemberitaan. Isi pemberitaan mereka bukan sejumlah hipotesis atau mitos melainkan fakta historis. Namun, fakta historis itu harus mereka lihat dengan mata iman.
Misteri Yesus hanya dapat ditangkap lewat iman. Sebab Dia telah dibangkitkan, sedangkan kebangkitan itu tidak dapat dibuktikan secara historis menurut pengertian lazim. Iman itu tidak mudah dan selalu terjadi lewat proses (24:11,38,41).