171. Pertanyaan orang-orang Saduki (Lukas 20:27-33)

Orang Saduki – 20:27
Dalam Injil Markus dan Lukas, orang-orang Saduki disebut sekali saja, justru dalam kisah perdebatan ini.
Pada awal tarikh Masehi, orang-orang Yahudi yang beriman dan sekaligus berpengetahuan di bidang agama, terbagi atas tiga kelompok utama.
Kelompok yang paling populer ialah orang-orang Farisi. Di masa sekarang, kaum Farisi mempunyai nama buruk. Namun, tak dapat disangkal bahwa mereka berusaha hidup suci, menanggapi kehendak Allah dengan sungguh-sungguh sejauh kehendak itu dapat diketahui berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi. Di antara mereka terdapat banyak ahli kitab, yaitu teolog-teolog sejati, yang mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk mempelajari Kitab Suci dan Tradisi Suci. Mereka memang suci, tetapi celakanya, mereka mengetahui dan menyakininya sendiri! Dalam usaha mendekati Allah, mereka mengandalkan kesucian mereka sendiri. Yesus bersikap keras terhadap orang-orang Farisi. Sebab Ia mengagumi mereka, namun tidak dapat menerima kenyataan bahwa mereka meniadakan nilai kesucian mereka itu dengan kesombongan.
Kelompok kedua, para Esseni, tidak disebut dalam kitab-kitab Injil. Para  anggotanya hidup sebagai rahib-rahib di Qumran, di daerah berdekatan dengan Laut Mati, dalam “komunitas perjanjian baru,” sambil memberispkan diri – lewat doa dan meditasi – akan kedatangan Kerajaan Allah.
Kelompok ketiga ialah orang-orang Saduki yang pada umumnya berasal dari keluarga-keluarga aristokrasi yang menghasilkan hanyak imam kepala. Berbeda sekali dengan Farisi, orang-orang Saduki justru liberal dalam ajaran dan kurang disiplin secara moral. Mereka berjiwa konservatif. Mereka tidak yakin bahwa iman adalah sesuatu yang harus terus-menerus diperkembangkan. Dari keseluruhan Kitab Suci, mereka akui kelima kitab Taurat saja. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam kitab-kitab lain, khususnya yang dengan semangat luar biasa diajarkan oleh kaum Farisi sebagai “tradisi leluhur,” mereka pandang sebagai sejenis penyimpangan doktrinal. Antara lain, mereka tidak mengakui adanya kebangkitan ataupun eksistensi para malaikat.
Orang-orang Saduki hampir tidak disebut dalam kitab-kitab Injil. Sebab mereka tidak menaruh perhatian pada Yesus. Tetapi, mereka menjadi musuh-Nya setelah mereka sadar bahwa kegiatan dan ajaran Yesus dapat membahayakan status mereka sendiri. Sehari-hari mereka selalu berusaha berkompromi dengan penjajah dari Roma, khususnya dengan Pilatus.
Nama Saduki harus dikaitkan dengan nama Ibrani Sadoq. Sehabis Pembuangan Babel, keturunan Sadoq diberi hak untuk bertugas sebagai imam di Bait Suci. Menurut 1Taw 5:30-35, keturunan Sadoq itu dihubungkan dengan Eleazar, anak Harun. Para Saduki yang hidup di Palestina pada abad I, dikaitkan dengan keturunan imam Sadoq itu. Namun, mereka tidak secara eksklusif lagi bertugas sebagai imam-imam saja. Ada di antara mereka yang tetap imam,. Tetapi ada juga awam yang kaya raya dan berbudaya Yunani. Sesudah Yerusalem dihancurkan oleh Roma, orang-orang Saduki hampir menghilang dari sejarah Yahudi.

Tidak mengakui adanya kebangkitan – 20:27
Kepercayaan akan kebangkitan orang-orang mati secara jelas mulai berkembang di kalangan bangsa Yahudi baru pada abad II menjelang tarikh Masehi, dan dapat dilacak dalam kitab Daniel (12:2+) dan kitab kedua Makabe (7:9,11,14,23; 14:6). Kepercayaan ini didukung kuat oleh orang-orang Farisi dan dibenarkan pula oleh kaum Esseni.
Semasa kehidupan Yesus, kepercayaan itu sudah cukup merata. Tetapi, ini tidak berarti bahwa mereka yang menerimanya, memahaminya dan membicarakannya dengan cara yang sama. Cerita-cerita apokaliptik dari zaman itu memberi kesaksian bahwa ada perbedaan pendapat sehubungan dengan saat dan tempat kebangkitan maupun kondisi orang-orang yang dibangkitkan. Ada yang yakin bahwa kebangkitan akan terjadi di bumi, sedangkan yang lain –  di dunia yang sudah diubah sama sekali ataupun di dalam firdaus. Menurut kelompok yang satu, kebangkitan akan mendahului penghakiman terakhir, tetapi menurut kelompok lain – akan terjadi sesudah penghakiman. Ada yag berpendapat bahwa seluruh umat manusia – termasuk para pendosa – akan dibangkitkan, sedangkan ada juga yang yakin bahwa Allah akan membangkitkan umat Israel saja atau orang-orang benar saja.
Yesus sendiri, sama seperti kaum Farisi, percaya akan kebangkitan. Maka, dengan membawa kepada Yesus masalah kebangkitan, orang-orang Saduki ingin menggarisbawahi betapa tidak masuk akal kepercayaan itu.

Guru – 20:28
Boleh jadi bahwa orang-orang Saduki yang menghampiri Yesus itu menggunakan gelar guru secara ironis.

Musa menuliskan perintah – 20:28
Kaum Saduki bertitik tolak dari sebuah hukum yang dikenal baik oleh masyarakat, biarpun hukum itu jarang dipraktikkan, yaitu hukum levirat. Menurut hukum asal bangsa Het dan Asyur itu, yang dicantumkan dalam kitab Ulangan pula (25:5-10), seorang ipar laki-laki (Latinnya: levir) harus kawin dengan istri saudaranya yang sudah meninggal tetapi tidak punya anak laki-laki. Tujuannya satu saja, yaitu melestarikan keturunan saudaranya. Bila ia berhasil dalam tugasnya itu, anaknya diberi nama “ayahnya” yang sudah meninggal itu, sehingga ia menjadi pewarisnya yang sah. Dalam masyaraat Yahudi silsilah lebih yuridis sifatnya daripada biologis!
Perlu diketahui bahwa hukum levirat tidak dipraktikkan setelah anak-anak perempuan pun diizinkan menjadi pewaris yang sah (Bil 36).
Dengan bertitik tolak dari hukum tersebut, orang-orang Saduki menyusun sebuah “kasus”, lalu mengutarakannya kepada Yesus. Pertanyaan mereka tampak lucu bagi manusia masa kini. Tetapi, sesungguhnya mereka tidak berbuat lain daripada berusaha meyakinkan para pendengar mereka akan konsekuensi akhir kepercayaan akan kebangkitan yang ternyata tidak mereka pahami secara tepat. Dalam hal ini mereka mungkin tidak terlalu berbeda dengan banyak orang masa kini yang juga terjebak daam pertanyaan “bagaimana” kehidupan sesudah mati itu atau membayangkan eksistensi di surga di surga berdasarkan kehidupan di bumi, seolah-olah kehidupan sehabis kematian hanyalah semacam lanjutan – yang lebih menyenangkan! – dari eksistensi manusia di bumi!
Jawaban Yesus terutama bermaksud menyadarkan orang-orang Saduki (juga manusia masa kini) akan salah paham itu.

Siapakah … menjadi suaminya pada hari kebangkitan – 20:33
Orang-orang Saduki memilih tema konkret perkawinan. Tetapi, maksud mereka melampaui perkawinan. Sebab sesungguhnya mereka mempertanyakan bagaimana hidup di akhirat. Maka, dalam jawaban Yesus pun jangan dicari suatu pemecahan tentang status para suami-istri ataupun perbedaan jenis kelamin di akhirat! Sehubungan dengan kedua hal ini tidak diketahui apa-apa.
Dari seluruh jawaban Yesus atas pertanyaan orang-orang Saduki hanya dapat disimpulkan bahwa hidup di bumi bukan model hidup di akhirat. Hidup itu diubah sama sekali menjadi suatu hidup dalam Allah, dalam sembah-sujud, serupa dengan hidup para malaikat. Tetapi, Luk mengembangkan jawaban Yesus itu dan memberinya warna sebuah himbauan.