Kamis 22 Agustus 2019, Santa Perawan Maria, Ratu, MENGENAKAN PAKAIAN PESTA
BACAAN
Hak 11:29-39a – “Yang pertama-tama keluar dari rumahku, akan kupersembahkan sebagai kurban”
Mat 22:1-14 – “Undanglah setiap orang yang kamu jumpai ke pesta nikah ini”
RENUNGAN
- Allah mengundang kita untuk mengalami rahmat kesatuan dengan diri-Nya. Namun kita bisa menggunakan kebebasan kita untuk menolaknya, walau pun rahmat Allah tersebut benar-benar membawa kita kepada kebahagiaan. Kita menolak rahmat Allah ketika kita melupakan dan mengabaikan Allah, tidak lagi bersembah bakti kepada-Nya dan tidak lagi mencintai-Nya sebagai Pencipta dan Penebus, tidak lagi menjadikan Hukum Allah sebagai kriteria bagi keputusan dan tindakan-tindakan kita. Sebagai orang beriman, kita bebas di hadapan Allah namun kebebasan kita terbatas dan tidak mutlak. Kita tidak bisa memilih tujuan hidup kita. Hanya Allah saja yang menjadi tujuan hidup kita. Kebebasan kita adalah kebebasan untuk memilih sarana-sarana efektif yang membantu kita untuk sampai pada tujuan.
- Surga semata-mata pemberian Allah. Ia memanggil kita walau pun kita ini pendosa, seringkali jatuh ke dalam dosa, bahkan dosa yang sama walau pun rahmat dan kekuatan diberikan cukup kepada kita. Rasul Paulus menyatakan: Sepantasnya kita berbahagia karena Tuhan mengampuni pelanggaran-pelanggaran kita, dan menutupi dosa-dosa kita. (Rom 4:7). Tuhan tidak memberikan hidup-Nya untuk orang-orang baik dan benar, melainkan untuk para pendosa. Kita sudah seharusnya tergerak hati untuk menanggapi cinta Allah yang luar biasa ini. Tanggapan tersebut adalah taat total kepada Allah.
- Allah tidak menghendaki kita bersatu dengan-Nya, jika kita tidak menanggapi cinta-Nya secara memadai. Pakaian pesta yang dimaksud dalam Injil hari ini adalah gambaran jiwa. Jiwa yang sudah disucikan dan disiapkan untuk masuk ke dalam surga adalah jiwa yang sudah mengenakan pakaian pesta. Jiwa yang full egois dan tidak bertobat dari dosa-dosanya adalah jiwa yang tidak mengenakan pakaian pesta. Hal ini bukan karena Allah tidak memiliki belas kasih kepada kita, tetapi masalah bagaimana kita menggunakan kebebasan. Jadi masalahnya adalah: apakah kita memilih Allah atau menolak Allah. Kita tidak bisa acuh tak acuh dan menyepelekan surga, karena surga merupakan hal yang eksistensial dalam hidup kita.