9. PENDERITAAN St. FAUSTINA YANG DISEBABKAN OLEH TEMAN-TEMAN SEBIARA (1)
Penderitaan phisik maupun penderitaan batin, dihadapi berbeda oleh setiap orang. Ada yang berpendapat bahwa penderitaan itu sebuah takdir dari Allah. Yang lain berpendapat: penderitaan sebagai hukuman atas dosa-dosa. Orang bisa putus asa, merasa hancur hidupnya dan bunuh diri karena penderitaan. Orang lain lagi berpendapat bahwa penderitaan perlu dan berguna, karena sebagai penguji iman dan meneguhkan kesetiaan kepada Allah.
Mari kita bercermin kepada St. Faustina yang menderita karena perlakuan teman-temannya sebiara.
-
- “Seringkali maksud-maksud baikku disalahtafsirkan oleh para suster … para superiorku tidakmempercayai aku dan memperlakukan aku dengan rasa kasihan seolah-olah aku hidup dalam ilusi ataupun berkhayal” (BHF 38).
- “Penghinaan adalah makanan sehari-hari bagiku” (BHF 92).
- Ia dipandang sebagai orang yang suka berkhayal (BHF 125).
- “Aku dihakimi dari segala penjuru. Tidak ada lagi suatu pun dalam diriku yang lolos dari penghakiman para suster” (BHF 128).
- Seorang muder menumpahkan kemarahannya kepada Faustina: “Hei manusia aneh, histeris dan pelihat, keluarlah dari kamarku; … “ (BHF 129).
- Ia diperlakukan diskriminatif oleh suster-suster lain ketika ia dirawat bersama satu suster di kamar sakit (BHF 149)
- Ketika ia bekerja di dapur bersama suster lain, suster tersebut menghukum Faustina untuk duduk di meja. Ketika suster-suster lain melihat Faustina, mereka mengatakan: pemalas. “Akan menjadi suster macam apa dia?” (BHF 151).
- Ketika Faustina membersihkan kamar suster lain, suster tersebut mencela Faustina karena hasilnya tidak bersih. Demi memuaskan suster itu, Faustina membersihkan kamar itu sampai belasan kali (BHF 181).
- Faustina tahu bahwa ada sejumlah suster yang memiliki bakat istimewa untuk menyakiti orang lain, termasuk dirinya. Jiwa malang yang jatuh ke tangannya dianggap selalu salah dan seluruh usahanya dikritik dengan penuh dengki (BHF 182).
- Ada seorang suster yang merasa mendapat tugas untuk menguji keutamaan Faustina dengan segala macam cara. Suster itu memerintahkan Faustina untuk berdiri di lorong menunggu muder yang akan lewat di situ sesudah rekreasi. Dia dipaksa untuk mengakui salah atas perbuatannya kepada muder tersebut. Setiap suster yang lewat memandangi Faustina dengan menyeringai (BHF 196).
- Faustina mengeluh kepada Kekasihnya: “O Yesus, betapa dalamnya jiwa terluka ketika ia selalu berusaha bersikap tulus, tetapi ada yang menuduhnya bersikap munafik dan tidak mau mempercayainya” (BHF 200).
- Seorang suster tua mengatakan bahwa Faustina seorang yang dungu atau seorang santa karena seorang yang biasa-biasa saja pasti tidak tahan menghadapi kedengkian dari teman-temannya (BHF 632).
(Bersambung no 10: PENDERITAAN St. FAUSTINA bagian 2)
MS, 8.5.18