4. DUKA DERITA MENGHADANG FAUSTINA
- Kalau ada yang membayangkan dan memikirkan bahwa masuk biara akan mendapatkan hidup enak dan mudah, jangan pernah mencoba masuk biara. Bagi Faustina, masuk biara ingin menghayati hidup sempurna. Dia siap dengan segala konsekuensi yang harus ditanggungnya. Pada saat Faustina mengenakan busana biarawati untuk pertama kalinya, Tuhan memberitahukan “betapa banyak aku harus menderita” (22). Seluruh masa Novisiat selama 1 tahun, dipenuhi dengan kegelapan, tidak ada penghiburan dalam doa, tidak menemukan apa-apa selain kesedihan yang mencekam (23.24). Dalam penderitaannya yang mencekam, Bunda Maria menjawab: “Aku tahu betapa banyak kamu menderita, tetapi janganlah takut. Aku ikut menanggung penderitaanmu, dan aku akan selalu berbuat demikian” (25). Ada tiga penyebab penderitaan: dari teman-teman suster, karena pelukisan gambar kerahiman, dan karena jiwa-jiwa yang tidak tahu terima kasih.
- Penderitaan datang justru dari teman-teman suster dalam biara. Penderitaan yang dimaksud, misalnya: maksud baiknya selalu disalahtafsirkan, tidak dipercayai oleh superiornya, dikatakan hidup dalam ilusi (25). “Penghinaan adalah makanan sehari-hari bagiku” (92). “Aku dihakimi dari segala penjuru … diawasi ibarat seorang pencuri” (128). Direndahkan oleh seorang muder yang sudah tua (133). Mendapat perlakuan yang tidak adil selama dirawat di rumah sakit (149). Dituduh munafik dan tidak percaya kepada Yesus (200). Dituduh secara tidak adil (289).
- Penderitaan karena pelukisan gambar kerahiman. Faustina menulis: “Hatiku sangat menderita sehubungan dengan pelukisan gambar itu, dan aku belum tahu jalan yang harus kutempuh sebab mereka terus-menerus berusaha meyakinkan aku bahwa semua itu adalah khayalan” (125.152). Ketika jiwanya mengalami keletihan, ia datang ke tabernakel, mohon supaya Yesus memandang kesulitan yang ia alami sehubungan dengan pelukisan gambar ini. Ia mendengar suara dari tabernakel: “Putri-Ku, penderitaanmu tidak akan berlangsung lebih lama lagi” (152).
-
Penderitaan karena jiwa-jiwa yang tidak tahu berterima kasih. Ketika merenungkan sengsara Tuhan “jiwaku dipenuhi dengan suatu penderitaan yang mengerikan karena sikap tidak tahu terima kasih dari begitu banyak jiwa yang hidup di dunia; tetapi yang lebih menyakitkan adalah sikap tak tahu terima kasih dari jiwa-jiwa yang secara khusus dipilih oleh Allah” (384).
MS – GLC, 17-11-2017