SABDA, Sabtu 16-9-2017, KITA DINILAI DARI BUAH YANG KITA HASILKAN

BACAAN
1Tim 1:15-17 – “Kristus datang di dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa”
Luk 6:43-49 – “Mengapa kamu berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan!’ padahal kamu tidak melakukan apa yang Kukatakan?

 

RENUNGAN

  1. Injil hari ini mengakhiri “Ucapan bahagia dan peringatan” versi Lukas, yang dalam Injil Matius disebut Khotbah di Bukit.
  2. Ay 43-45 – Perumpamaan tentang pohon dan buahnya. Bagaimana mengetahui apa yang tersembunyi dalam jiwa seseorang? Dari buah yang dihasilkan. Kalau hidup kita memberi teladan belas kasih, iman, kesabaran dan kemurahan hati, kita tahu bahwa jiwa kita sehat dan kuat. Jika hidup kita penuh kemarahan, iri hati, egois, malas maka jiwa kita lemah dan sakit. Jika kita ingin mengubah, tidak cukup hanya mengubah apa yang nampak dan berpura-pura menjadi orang yang baik. Cepat atau lambat akan ketahuan, karena jiwa menyembunyikan sesuatu yang busuk. Kita harus mengubah dari dalam, masuk ke akar masalah dan menyembuhkannya.
  3. Ay 46-49 – Rasa aman yang palsu. Ketika matahari bersinar dan semuanya nampak tenang, sebuah rumah yang dibangun dengan pondasi yang rapuh nampak sangat kokoh dan kuat. Sukar dipercaya bahwa rumah tersebut tidak mampu menahan kuatnya hujan, angin dan banjir. Seringkali kita memiliki rasa aman atau rasa tenang yang palsu dalam hidup ini, ketika semuanya berjalan baik, ketika tidak ada pencobaan besar, ketika tidak ada kesulitan yang berarti. Dalam kondisi seperti itu, kita sering merasa bahwa kita berada dalam pondasi hidup yang kokoh. Bahkan kita merasa bahwa iman kita begitu kuat dan kita tidak akan pernah jatuh ke dalam dosa. Bila hal ini kita rasakan, kita harus hati-hati karena bisa merupakan rasa aman yang palsu.
  4. Pengujian. Ujian yang sebenarnya tentang pondasi, apakah kuat atau tidak, datang ketika hujan datang, angin menerjang, dan banjir bandang. Ujian atas iman kita datang lewat pencobaan dan godaan, kesulitan-kesulitan, kegagalan, kekecewaan, penghinaan, dan penganiayaan. Jika kita membangun hidup rohani dengan pondasi yang kuat dan dalam kesatuan dengan Allah, tidak masalah seberapa banjir datang menghantam kita: kita tetap akan bertahan dengan kuat. Dalam kondisi banjir, kita tidak akan mampu buru-buru memasang pondasi. Sudah sangat terlambat. Maka kita harus membangun pondasi iman yang kuat selama matahari bersinar, sehingga kita akan siap bila ada badai.
  5. Seringkali kita terkejut menyaksikan beberapa orang yang rajin ke gereja, berdoa, dan nampak saleh, tetapi ketika mereka menghadapi banyak kesulitan, tantangan dan kegagalan yang bertubi-tubi, mereka tidak lagi berdoa atau ke gereja, malah belakangan mereka pindah agama. Bagaimana dengan Anda?

 

(MS)