SABDA, Kamis, 15-6-2017 MENJADI SEMPURNA SEBAGAIMANA ALLAH
BACAAN
2Kor 3:15-4:1.3-6 – “Allah membuat terang-Nya bercahaya dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah”
Mat 5:20-26 – “Barangsiapa marah terhadap sudaranya, harus dihukum”
RENUNGAN
- Ay 20: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Parisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.” Cita-cita hidup beragama orang-orang Yahudi ialah: menjadi benar di hadapan Allah. Benar menurut mereka berarti: menjalankan semua norma hukum secara teliti dan ketat sampai sekecil-kecilnya. Maka agama Yahudi (Yudaisme) disebut agama hukum: boleh-tidak boleh, wajib-sunnah, halal-haram. Tentu hal ini menjadi beban berat sekaligus penindasan terhadap orang-orang Yahudi, karena hampir tidak mungkin untuk mewujudkannya. Maka Matius mengambil kata-kata Yesus untuk menunjukkan bahwa setiap murid Kristus harus melebihi kebenaran orang-orang Parisi.
- Yesus mempunyai cita-cita untuk hidup yang lebih benar daripada orang-orang Parisi: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna” (ay 48). Kita menjadi sempurna sama seperti Bapa di surga, kalau kita bertindak sebagaimana dibuat oleh Allah, yaitu: menerima, mengampuni, dan mengasihi orang-orang sebagaimana Allah telah menerima, mengampuni, dan mengasihi kita, walaupun kita ini lemah dan penuh dosa.
- Yesus menunjukkan contoh untuk memperoleh kebenaran yang lebih besar: a) “Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum” (ay 22). Marah, mengatakan kafir dan goblog terhadap orang lain merupakan AKAR dari pembunuhan. b) Bila menyampaikan persembahan tapi ada yang mengganjal di hati terhadap orang lain, maka harus meninggalkan persembahannya dan berdamai dengan orang tersebut (ay 23-26). Rekonsiliasi dan berdamai dengan orang lain harus menjadi ciri khas hidup kita.
- Rekonsiliasi membutuhkan penerimaan, saling pengertian, dan pengampunan. Dosa kita tidak diampuni oleh Allah, jika kita tidak mau mengampuni orang lain yang bersalah terhadap kita. Bagaimana pengalamanku?
(MS)