NOVENA KERAHIMAN ILAHI HARI KELIMA: BERDOA BAGI ORANG-ORANG YANG SESAT DAN MEMISAHKAN DIRI DARI GEREJA
Tuhan Yesus minta kepada Suster Faustina: “Hari ini, bawalah kepada-Ku jiwa orang-orang yang sesat dan memisahkan diri dari Gereja, dan benamkanlah mereka dalam lautan kerahimaan-Ku. Setiap kali mereka mencabik-cabik Tubuh dan Hati-Ku, yakni Gereja-Ku, Aku merasakan Sengsara yang pedih. Begitu mereka kembali menjadi sembuh, dan dengan cara ini mereka meringankaan Sengsara-Ku” (BCH 1218).
Siapa yang dimaksud orang-orang sesat dan memisahkan diri dari Gereja? Mereka adalah jiwa-jiwa yang mencabik-cabik Tubuh dan Hati Tuhan, sehingga Tuhan mengalami sengsara yang teramat pedih. Faustina menyebut: mereka adalah jiwa-jiwa yang telah menyia-nyiakan berkat Allah (BCH 1219). Mereka adalah orang-orang yang melarikan diri dari medan pertempuran (BCH 287). Ketika Yesus bertanya kepada Faustina: “Anak-Ku, apakah engkau juga akan bersikap seperti itu?” Jawab Faustina: “Oh, tidak, Yesusku, aku tidak akan mundur dari medan pertempuran meskipun keringat ajal mengucur dari keningku” (BCH 287).
Dalam Injil, orang yang tersesat sama seperti seekor domba yang lepas dari kawanannya, berjalan menurut maunya sendiri dan tidak bisa menemukan jalan untuk kembali. Hidupnya berada dalam bahaya. Kemungkinan ia akan dimangsa binatang buas, atau mati kelaparan. Maka pemiliknya berusaha mencarinya sampai ketemu dengan meninggalkan domba-domba yang lain (Luk 15:3-7). Perumpamaan anak yang hilang juga menggambarkan secara tepat orang yang tersesat (Luk 15:11-32). Orang Israel, oleh Yesus, disebut sebagai angkatan yang sesat karena tidak percaya kepada-Nya (Mat 17:17).
Kita lebih mudah jatuh ke dalam kesesatan dan mengikuti bujukan setan, ketika seseorang berada dalam situasi hidup yang sangat sukar, mengalami kegagalan demi kegagalan, bahkan ketika ia lebih mengutamakan kepentingan duniawi. Iman kepada Kristus dalam Gereja Katolik dirasakan sebagai kehampaan, membosankan, dan membebani. Ia tidak lagi mendengarkan firman Tuhan, tidak lagi berdoa, tidak lagi beribadat bersama di gereja, tidak lagi ambil bagian dalam kegiatan komunitas beriman. Akhirnya ia memilih jalan lain yang menjanjikan kebahagiaan secara instan. Mereka ini, sebenarnya, adalah jiwa-jiwa merana yang membutuhkan doa-doa kita.
Apa yang harus kita buat agar kita selalu berada dalam kesatuan dengan Tuhan dan Gereja? Sebagai devosan, kita perlu mencontoh cara hidup Faustina: selalu berusaha untuk bersatu dengan Tuhan dalam situasi apapun. Bagi Faustina: “Kesempurnaan ialah kesatuan mesra dengan Allah” (BCH 457). Maka tepat kalau spiritualitas Faustina disebut mistik kesatuan atau mistik mempelai: Faustina manunggal dalam Allah dan Allah manunggal dalam diri Faustina. Untuk memahaminya lebih dalam, maka para devosan WAJIB membaca dan merenungkan tulisan Faustina yang tertuang dalam Buku Catatan Hariannya.
(MS)