(3) SYUKUR DAN SUKACITA DALAM TUHAN

“Ketika aku kembali sadar diri, Tuhan mengijinkan aku mengecap sedikit sikap tidak tahu terima kasih yang melanda HatiNya

”Pada waktu itu, kasih akan Yesus berkobar sedemikian kuat di dalam hatiku sehingga sambil mempersembahkan diri untuk jiwa-jiwa yang tidak tahu berterima kasih, aku membenamkan diri sepenuhnya di dalam Dia. Ketika aku kembali sadar diri, Tuhan mengizinkan aku mengecap sedikit sikap tidak tahu terima kasih yang melanda HatiNya. Pengalaman ini berlangsung dalam waktu yang singkat. (BCH 1538) Tuhan berkata kepadaku,”Aku sangat senang akan kasihmu. Kasihmu yang tulus menyenangkan HatiKu laksana harumnya bunga mawar di pagi hari, sebelum embun yang menempel padanya diserap oleh sang surya. Kesegaran hatimu menawan Aku; itulah sebabnya Aku menyatakan Diri denganmu lebih mesra daripada dengan mahkluk lain manapun. (BCH 1546)

Bacaan Kitab Suci: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13)

Pokok Renungan:

Yesus bersyukur kepada BapaNya, karena kebijaksanaan Allah dan rahasia keselamatanNya disampaikan kepada orang kecil (Mat 11:25). Orang kecil tersebut adalah St. Faustina. Tuhan Yesus sangat berkenan akan hidup St. Faustina yang seutuhnya dipersembahkan untuk mengasihi Tuhan.  Yesus mengatakan kepada St. Faustina: “Aku sangat senang akan kasihmu. Kasihmu yang tulus menyenangkan HatiKu” (BCH 1546). Bahkan kasih dan kerendahan hati St. Faustina membuat Yesus meninggalkan takhta sorgawi dan menyatukan diri dengannya (BCH 512).

Bagi St. Faustina: Kasih akan Allah nomor satu, semua yang lain nomor dua (BCH 1245). Bagi dia, inti cinta adalah pengurbanan dan penderitaan (BCH 1103). Kisah penderitaan dan sengsara St. Faustina sangat mencolok di dalam BCH. Ada sekitar 125 nomor dalam BCH yang membicarakan penderitaan St. Faustina. St. Faustina merasa ditinggalkan, disalahtafsirkan para suster, tidak dipercaya oleh suster senior, dikatakan hidup dalam ilusi, dicurigai, diawasi bagai pencuri … (BCH 38. 128. 133), tetapi St. Faustina mengalami suka cita yang besar karena Yesus menghendaki demikian (BCH 46). Di tengah penderitaannya, Tuhan berkata: “Jangan takut, PutriKu; Aku menyertaimu.” Dengan peneguhan tersebut, jiwa Faustina mengalami suka cita (BCH 103).

Menderita tetapi bersuka cita. Bersuka cita karena hidup sepenuhnya dalam Tuhan. Ia mampu mewujudkan Kerahiman Ilahi di dalam dirinya.

      Tujuan berdevosi kepada Kerahiman Ilahi bukan agar kita fasih melafalkan doa-doa kerahiman, bukan untuk mengetahui banyak tentang tulisan St. Faustina, bukan untuk memberi seminar-seminar, tetapi untuk memiliki hidup yang memancarkan Kerahiman Allah, seperti yang telah dibuat oleh St. Faustina.

Lihatlah diri kita ketika kita tidak disapa, ketika nama kita dijelekkan oleh pastor paroki. Kita mudah tersinggung, membalas dengan menolak untuk ikut kegiatan gerejani, bahkan tidak mau ke gereja paroki kita sendiri. Apakah hidup seperti tersebut membawa suka cita dan syukur?

Tidak ada jalan lain bagi kita selain bertobat sungguh-sungguh dan berniat untuk mewujudkan Kerahiman Ilahi dalam diri kita. St. Faustina menulis: “Engkau mengarahkan tatapan kudusNya kepada manusia yang bertobat … Allah tidak menghinakan hati yang rendah” (BCH 1339).

 

(MS)