SABDA, Minggu Prapaskah III, 19-3-17, AIR KEHIDUPAN

BACAAN

 Kel 17:3-7 – “Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum”
Rom 5:1-2.5-8 – “Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita”
Yoh 4:5-42 – “Baranngsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya”

RENUNGAN

  1. Orang-orang Yahudi memandang rendah orang-orang Samaria, karena mereka mencemarkan Sabda Allah yang disampaikan oleh para nabi. Berbicara dengan orang Samaria dianggap telah merendahkan martabat orang Yahudi.
  2. Wanita Samaria sebagai orang yang terbuang dari masyarakatnya, karena kehidupannya yang gelap. Ia mencari air di sumur Yakob pada siang hari untuk menghindari caci maki, tertawaan, gosip oleh perempuan-perempuan sekampungnya. Yesus bersikap lain. Ia tidak mengolok-olok, tidak mengadili, tetapi menerima sepenuhnya dan berbicara kepada perempuan Samaria dengan hormat.
  3. Perjumpaan dan percakapannya dengan Yesus, telah mengubah pandangannya terhadap Yesus. Dari sikap curiga menjadi penuh perhatian dan ia melihat Yesus sebagai nabi (ay 19) dan bahkan Mesias (ay  25-26). Untuk pertama kalinya, seorang wanita asing, dianggap sebagai pelacur, mendapat pewahyuan tentang Mesias. Hanya orang-orang seperti dialah yang memerlukan keselamatan: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit” (Mat 9:12 par).
  4. Kepada perempuan itu, Yesus berbicara tentang air hidup. Air hidup adalah Roh Allah yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepadaNya (Yoh 7:38-39). Roh Kudus itulah yang memuaskan dahaga akan Allah, yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal. Perempuan yang dianggap sebagai pendosa tersebut telah menerima air hidup.
  5. Kepada perempuan itu Yesus juga mengatakan: “Bahwa  kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini (maksudnya gunung Gerizim) dan bukan juga di Yerusalem” (ay 21), melainkan dalam diri Yesus. Menyembah Allah tidak lagi terikat pada tempat, melainkan terikat pada pribadi Yesus.
  6. Ternyata kehidupan yang tidak ideal, sebagai pendosa, najis, penyembah berhala tidak menghalangi untuk bertemu dengan Yesus. Juga tidak menjadi halangan untuk mengajak orang-orang sekotanya berbagi kekayaan rohani yang baru. Perempuan Samaria tersebut  dari hidup yang mengasingkan diri karena dosa-dosanya, sekarang mewartakan Kabar Gembira Kristus kepada orang lain dengan sukacita. Yesus bukan tokoh yang mengadili. Ia datang untuk memperkaya kehidupan batin, sehingga orang mengenal Tuhan sebagai Bapa.
  7. Karena kesaksian wanita itu, banyak orang Samaria datang kepada Yesus. Mereka berubah sikap dari sekedar ingin tahu, menjadi tulus dan ramah kepada Yesus, bahkan minta agar Ia tinggal bersama mereka. Dan mereka percaya kepada Yesus. Mereka berkata kepada perempuan itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena  apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia” (ay 42).
  8. Apakah iman kita bergerak maju seperti iman wanita Samaria atau masih seperti sikap orang-orang Yahudi?

 

(MS)