MEMAHAMI DAN MENGHAYATI DEVOSI KERAHIMAN ILAHI
1. DEVOSI DAN TUJUANNYA
Devosi adalah semacam ibadat, kebaktian atau pun penghormatan, sembah sujud, dan rangkaian doa. Devosi tidak pernah diwajibkan bagi umat, dan tidak perlu dipimpin oleh petugas resmi. Devosi sebagai cara untuk membangun relasi dengan Allah secara pribadi dan mendalam.
Dalam Gereja Katolik, gerakan devosi tumbuh dengan subur. Devosi berpusat pada pribadi ilahi. Devosi yang berpusat pada Yesus: Jalan Salib, Hati Kudus Yesus, Wajah Yesus, Nama Yesus, Luka-luka Yesus. Devosi yang berpusat pada Maria: Maria Penolong Abadi, Hati Bunda Maria, Rosario, Kebaktian bulan Mei dan Oktober, Legio Maria, Ziarah. Devosi yang berpusat pada St. Yoseph: Pelindung para pekerja, Pelindung Keluarga, Pelindung kematian yang baik. Santo/Santa: Antonius Padua, Ignatius Loyola, Padre Pio, dan lain-lain.
Dalam devosi, orang menyerahkan seluruh pribadi kepada Allah dan kehendak-Nya. Dengan penyerahan diri tersebut, ia berkehendak mewujudkan semangat dan cara hidup pribadi yang dijadikan sumber devosi. Misalnya, orang yang berdevosi kepada Hati Kudus Yesus, ingin agar hidupnya memancarkan kasih sejati seperti telah diwujudkan oleh Yesus dalam Hati-Nya yang maha kudus: menyangkal diri, mengasihi secara total dan tanpa pamrih, mengasihi semua orang, berani mengorbankan hidup demi keselamatan orang lain. Bila seseorang berdevosi kepada Kerahiman Ilahi, maka ia berkehendak dengan sekuat tenaga untuk memiliki hidup yang rahim, kasih yang tanpa batas kepada siapa pun, bahkan kepada mereka yang sedang memusuhinya, rendah hati, dan berani mengorbankan jiwa dan raganya untuk keselamatan orang lain. Hal ini telah dibuat secara nyata oleh Santa Faustina, Rasul Kerahiman Ilahi.
Devosi dirasakan dan dialami lebih personal, bebas, spontan, emosional, afektif dan bergerak pada tataran perasaan dan hati. Ada relasi pribadi yang begitu mendalam dengan Allah. Allah dirasakan sebagai Pribadi yang sangat agung, tinggi, namun sekaligus sangat dekat. Orang terbakar oleh kasih Allah sedemikian sehingga ia merasa tak berarti di hadapan Allah, bahkan ia merasakan hanya sebagai debu; ia lebur dalam Allah (:manunggaling kawula Gusti).
Hidup tanpa devosi adalah hidup rohani yang miskin dan kering, sebab semua devosi sangat menopang hidup ilahi yang diperoleh melalui liturgi.
Walaupn devosi tidak diwajibkan, namun ada devosi yang mendapat tempat khusus dalam liturgi, bahkan menjadi liturgi, antara lain Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus, Hari Minggu Kerahiman.
Tak dapat dipungkiri, ada penyimpangan dalam menjalankan devosi. Misalnya, selama perayaan Ekaristi ada yang berdoa Rosario. Merasa sudah begitu kuat devosinya kepada Maria dengan berjiarah, maka tidak perlu ke gereja. Dengan devosi ia yakin akan dibebaskan dari kutuk, penyakit, diberi berkat dan kemujuran. Banyak praktek devosi yang mengalahkan liturgi resmi (Ekaristi).
Tulisan yang direncanakan bersambung ini akan mengkhususkan tentang Devosi Kerahiman Ilahi. Ada pun yang melatar belakangi untuk menulis tentang DKI ini adalah keprihatinan terhadap umat yang berdevosi kepada Kerahiman Ilahi, namun kurang memahami isi dan tujuan dari devosi ini. Sebagian besar devosan tidak pernah membaca BCH yang menjadi sumber inspirasi dan “kitab suci” bagi para devosan Kerahiman Ilahi. Sebagian besar para devosan merasa cukup dengan doa Koronka, Jam Kerahiman, Novena, dan Minggu Kerahiman. Devosi seperti itu tidaklah cukup dan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan berdevosi kepada Kerahiman Ailahi. Ikuti saja tulisan-tulisan berikutnya.