SABDA, Sabtu, 25-2-2017 MENERIMA KERAJAAN ALLAH SEPERTI SEORANG ANAK KECIL

BACAAN

Sir 17:1-15 – “Allah menciptakan manusia menurut gambarNya”
Mrk 10:13-16 – “Sungguh, barangsiapa tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya”

 

RENUNGAN

  1. Injil dua hari yang lalu (Mrk 9:41-50) berbicara mengenai relasi antara orang dewasa dengan orang-orang kecil, lemah dan tersingkir. Injil kemarin (Mrk 10:1-12) berbicara mengenai relasi antara laki-laki dan perempuan, antara suami dan isteri. Antara laki-laki dan perempuan, suami dan isteri memiliki kesamaan derajat, memiliki hak dan kewajiban yang sama. Injil hari ini berbicara tentang relasi antar orang tua dan anak-anak. Yang dituntut Yesus dari orang tua adalah: kelemah-lembutan dan cinta kasih.
  2. Para murid Yesus marah ketika ada orang-orang membawa anak-anak kecil datang kepadaNya. Mengapa marah? Para murid ingin melindungi Yesus dari mereka. Menurut hukum Yahudi pada waktu itu: anak-anak kecil dengan ibu mereka digolongkan sebagai orang-orang najis. Menyentuh mereka berarti ikut ketularan najis. Jika mereka menyentuh Yesus, maka Yesus menjadi najis. Yesus merasa tidak terganggu dengan hukum kenajisan ini.
  3. Dengan kemarahan tersebut, mentalitas para murid masih dipengaruhi oleh mentalitas lama, yaitu ragi orang Parisi. Maka Yesus ingin meluruskan pandangan para muridNya. Tanpa menghiraukan hukum kenajisan, Yesus menjamah anak-anak tersebut dan berkata: “Biarkan anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” Yesus menyatakan: “Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.”
  4. Yesus memeluk anak-anak itu, menumpangkan tanganNya atas mereka, dan memberkati mereka. Apa arti tindakan Yesus ini? Pertama, anak-anak menerima segala sesuatu dari orang tua mereka. Kedua, orang tua menerima anak-anak sebagai hadiah dari Allah dan merawat mereka dengan penuh perhatian dan kasih. Perhatian orang tua tidak untuk menguasai anak-anak, tetapi untuk mencintai mereka, mendidik mereka agar mereka mampu tumbuh dan menjadi penuh.
  5. Dalam hukum Yahudi, anak-anak kecil digolongkan orang yang tidak punya hak apa pun, seperti dialami juga orang-orang cacat, penderita kusta, orang-orang miskin. Dengan menerima mereka, Yesus menyamakan diri dengan mereka: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam namaKu, ia menyambut Aku” (Mrk 9:37). “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut” (Mrk 9:42).
  6. Kita, orang-orang dewasa, justru harus belajar dari anak-anak kecil, karena mereka selalu rendah hati, spontan, tidak menyembunyikan perasaan mereka, tidak ada kebohongan, sangat tergantung pada orang lain, percaya, sangat menikmati kehidupan, bisa senang dan tertawa lepas, dan tanpa prasangka.
  7. Menjadi tugas orang tua, dan kita semua, untuk memberi perhatian dan kasih sayang kepada mereka. Memberi perhatian kepada anak-anak kecil sama dengan memberi perhatian kepada orang-orang miskin dan tak berdaya. Menyambut mereka sama dengan menyambut Allah, “sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.”

 

(MS)