SABDA, Minggu Biasa VII, 19-2-17, CINTA TANPA BATAS
BACAAN
Im 19:1-2.17-18 – “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
1Kor 3:16-23 – “Semuanya adalah kepunyaanmu. Tetapi kamu adalah milik Kristus, dan Kristus adalah milik Allah”
Mat 5:38-48 – “Karena itu haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu yang di surga adalah sempurna”
RENUNGAN
- Hukum Lama: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi (Kel 21:23-25). Yesus menegaskan persis kebalikannya: “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Bagi Yesus, hukum balas dendam ini harus dibuang, karena menghalangi dan menghancurkan relasi antara seseorang dengan Allah.
- Ketika kita mengalami kekerasan, reaksi spontan manusiawi kita adalah membalas dengan balasan yang setimpal. Hukum balas dendam mengatakan: mata ganti mata, gigi ganti gigi. Yesus mengajarkan agar tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan dengan kebaikan. Paulus mengajarkan: “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, lakukanlah apa yang baik bagi semua orang” (Rom 12:17.21). Bagaimana mempraktekkannya dalam hidup?
- Yesus memberi empat contoh mengatasi lingkaran kekerasan. Yesus berkata: a) siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu; b) kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu; c) siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil; d) berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu (ay 40-42).
- Bagaimana empat hal tersebut dapat dimengerti? Yesus sendiri membantu kita untuk memahami. Ketika seorang tentara memukul pipi Yesus, Ia tidak menyerahkan pipiNya yang lain. Ia bereaksi dengan penuh semangat: “Jikalau kataKu itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kataKu itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?” Yesus tidak mengajarkan kepada kita untuk pasip. Kita diajak untuk bertanya, minta penjelasan agar jelas masalahnya.Di kayu salib, Yesus memberi contoh bagaimana mencintai musuh ketika Ia minta kepada Bapa untuk mengampuni mereka yang menghukumNya mati (Luk 23:34). Rasul Paulus berpikir bahwa dengan membalas kejahatan dengan kebaikan “engkau akan membuat orang lain menjadi malu” (Rom 12:20).
- Ajaran untuk mencintai musuh dan tidak melakukan balas dendam, rasanya jauh dari kenyataan. Contoh: Kita mudah tersinggung, cepat emosional, balas dendam, membenci, dan saling mendiamkan. Anehnya, hal tersebut sering terjadi dalam keluarga kita, juga dalam komunitas Gereja kita. Hal ini disebut cara hidup lama yang tidak memungkinkan orang selamat.
- Kita adalah anak-anak Allah. Mereka yang membenci kita dan siapapun yang kita musuhi juga anak-anak Allah. Kita, dan mereka, mendapat sinar matahari dan hujan yang sama dari Allah. Cinta Allah tanpa batas, tidak pilih kasih. Maka cinta Allah harus menjadi jiwa kita dalam mencintai orang lain, khususnya mereka yang kita anggap musuh dan mereka yang memusuhi kita.
- Kita dituntut untuk menjadi sempurna sama seperti Bapa yang di sorga adalah sempurna. Untuk itu, kita membutuhkan pertobatan sejati, memohon pertolongan Roh Kudus untuk mengubah cara pandang dan hidup kita yang masih sering menggunakan cara hidup lama.
(MS)