SABDA, Jumat, 13-1-17, MENGAMPUNI ADALAH KUNCI KEBAHAGIAAN

BACAAN

Ibr 4:1-5.11 – “Baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam istirahat Allah”
Mrk 2:1-12 – “Di dunia ini Anak Manusia memiliki kuasa menganpuni dosa”

 

RENUNGAN

  1. Yesus kembali ke Kaparnaum. Banyak orang berkumpul di depan pintu rumah. Yesus menerima setiap orang dan mulai mengajar mereka. Seorang lumpuh, yang dibawa oleh 4 orang, datang. Yesus adalah satu-satunya pengharapan bagi mereka. Maka mereka tidak ragu-ragu untuk naik ke atap rumah dan membuka atap persis di atas Yesus berada, dan menurunkan orang lumpuh itu persis di hadapan Yesus. Yesus, ketika melihat iman mereka, berkata kepada orang lumpuh itu: “Hai anakKu, dosamu sudah diampuni!”
  2. Pendapat umum pada waktu itu: orang yang cacat phisik (lumpuh) merupakan hukuman dari Allah karena dosa-dosa mereka. Para ahli kitab mengajarkan bahwa orang seperti itu adalah najis dan tidak suci, karena itu ia tidak boleh berada dekat dengan Allah. Dengan alasan ini: orang sakit, kerasukan setan, kusta, lumpuh, miskin, merasa ditolak oleh Allah. Tetapi Yesus tidak berpikir demikian. Iman yang sedemikian besar yang dimiliki oleh orang lumpuh itu menjadi bukti bahwa ia diterima oleh Allah. Karena alasan ini, Yesus mengatakan: “Dosamu sudah diampuni.” Dengan penegasan ini, Yesus menolak bahwa kelumpuhan merupakan sebuah hukuman yang disebabkan karena dosa.
  3. Dengan tindakanNya itu, Yesus dituduh menghina Allah oleh mereka yang memiliki kuasa. Menurut mereka, hanya Tuhan yang dapat mengampuni dosa. Dan hanya imam yang dapat menyatakan bahwa seseorang itu diampuni dan disucikan. Bagaimana hal itu dapat dilaksanakan oleh Yesus, padahal Ia tidak sekolah, seorang awam, anak tukang kayu. Juga ada alasan lain mengapa mereka mengkritik Yesus. Mereka berpikir: “Jika benar apa yang dikatakan Yesus, kita akan kehilangan pengaruh dan kekuasaan. Kita akan kehilangan sumber penghasilan.”
  4. Dengan menyembuhkan, Yesus menunjukkan bahwa Ia memiliki kuasa untuk mengampuni dosa. Ketika dikritik oleh penguasa agama, Ia berkata: “Manakah lebih mudah, mengatakan kepada orang lumpuh ini: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalan?” Pasti lebih mudah mengatakan: “Dosamu telah diampuni,” karena tidak seorang pun dapat memeriksa dan menguji kebenaran bahwa dosa itu telah diampuni atau tidak. Tetapi Yesus berkata kepada orang lumpuh itu: “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” Yesus menyembuhkan orang itu. Dengan demikian Ia mengajarkann bahwa orang lumpuh itu bukanlah karena hukuman dari Allah. Iman orang itu telah membuktikan bahwa Tuhan menerima dia dalam kasihNya.
  5. Orang lumpuh itu bangun, ia mengambil tempat tidurnya dan mulai berjalan. Semua orang berkata: “Yang begini belum pernah kita lihat.” Mukjijat ini menampilkan tiga hal penting: 1) Orang yang sakit: kusta, lumpuh, miskin bukanlah hukuman karena dosa-dosa. 2) Yesus membuka sebuah jalan baru untuk sampai pada Allah. Mereka yang disebut najis, tidak lagi menjadi halangan untuk berada dekat dengan Allah. 3) Wajah Allah yang diungkapkan lewat sikap Yesus berbeda dengan wajah Allah yang diungkapakan oleh para ahli kitab.
  6. Kita seringkali mengalami kelumpuhan jiwa, karena kita kurang/tidak mau mengampuni. Kita lebih suka menahan amarah, benci dan dendam terhadap orang lain. Kita juga lebih suka memendam luka batin, rasa kecewa terhadap diri sendiri, putus asa karena kelemahan phisik kita: merasa tidak cantik, gemuk dan pendek. Dengan semua itu, kita tidak akan pernah bahagia. Maka kata kuncinya adalah: menerima diri apa adanya, mengampuni diri sendiri maupun orang lain. Kita akan bahagia.

 

(MS)